Musim hujan telah tiba dan membasahi lingkungan serta pemukiman kita semua. Bagi lingkungan yang tertata apik tentu musim hujan tidak menimbulkan banyak masalah. Namun untuk lingkungan yang kumuh berbagai masalah tentu akan timbul. Terutama untuk sampah yang menumpuk di saluran-saluran pembuangan yang mampat, karena sistem sanitasi dan drainase yang tidak terkonsep secara matang.
Sampah yang menumpuk tersebut tentunya akan banyak mengganggu kita, disamping menimbulkan bau yang tak sedap. Sampah inipun akan banyak menimbulkan penyakit. Untuk sampah yang banyak mengandung makanan busuk, sudah pasti merupakan sarang hidupnya Bakteri Coli. Sehingga apabila sampah ini menumpuk di saat musim hujan, tentunya akan menimbulkan wabah muntaber atau diare., DB dan lain sebagainya.. Sampah juga bisa mengundang datangnya kawanan tikus dan serangga yang bisa menyebabkan berbagai penyakit pencernaan, penyakit kuning, penyakit cacing perut , Malaria dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan sampah bisa mencemari air permukaan, air tanah , lahan pertanian dan juga bisa mencemari udara yang menyebabkan permasalahan pada manusia dan ekosistem.nya. Hal ini akan menimbulkan ancaman yang lebih serius lagi, karena memasuki awal Tahun 2010 ini curah hujan tentunya akan menngkat tajam. Sehingga dipastikan akan timbul banjir dan genangan di mana-mana, ditambah dengan sistim pertahanan tubuh kita yang menurun..
Sampah yang mencemari lingkungan pada jaman modern ini, bukan hanya sebagai zat hasil buangan kehidupan sosial masyarakat saja ( sisa makanan, plastik, bagian tumbuhan dsb )., tetapi sampah ini juga bisa berasal dari buangan aktifitas teknologi manusia ( waste ), yang mencakup juga zat-zat buang kimiawi atau juga aktifitas nuklir. Oleh karena itu komposisi kimia yang dikandung sampah sangat bergantung lokasi pemukiman , terutama yang memiliki drainase yang berhubungan langsung dengan lingkungan industri.
Sampah yang berupa bahan organik berasal dari aktifitas manusia sebagai makhluk sosial disebut dengan sampah rumah tangga ( Garbage ). Sedangkan senyawa/ bahan yang berasal dari sisa aktifitas manusia dalam bidang teknologi disebut dengan zat buang ( Waste ). Contoh yang tergolong zat buang adalah Carbon Monoksida . CFC dan Green House Gas dan lapin sebagainya..
Di tengah masyarakat, sampah memang menimbulkan hal yang pelik, sebab sampah adalah bahan yang harus diibuang dengan benar karena sifatnya yang racun. Namun demikian terdapat juga komponen sampah yang bernilai ekonomis, oleh karena itu dalam pengelolaan sampah disarankan untuk tidak mengesampingkan aspek daur ulang. Apalagi dengan semakin mahal dan terbatasnya sumber daya alam, maka recycled ( daur ulang ) sampah menjadi pilihan alternatif untuk menghemat biaya produksi suatu bahan, ketimbang kita memproduksi dari bahan mentah ( raw-materials ).
Definisi Sampah / Zat Buang
Sejauh ini belum ada kesepakatan internasional tentang batasan sampah / zat Buang, hal ini disebabakan karena setiap pihak / lembaga atau badan lainnya, memiliki interprestasi yang berbeda mengenai sampah. Sebagai contoh batasan sampah menurut United Nations Environment Program ( U N E P ), sampah adalah senyawa atau bahan yang terbuang atau sengaja dibuang atau harus dibuang menurut undang-undang di negara yang bersangkutan. Ketetapan ini sesuai dengan Basel Convention.
Basel Convention adalah konvensi yang didirikan pada Tahun 1989 , tetapi mulai menerapkan hasil-hasil konvensinya pada tahun 1992, Konvensi ini didirikan untuk mengontrol keamanan barang ekspor dan import antara negara negara erop
Sedangkan batasan sampah / Zat Buang menurut United Nations Statistics Division ( UNSD ) sampah adalah bahan yang bukan produk utama atau bukan bahan yang menjadi tujuan utama untuk diproduksi, didistribusikan atau dikonsumsi. Sampah bisa juga dihasilkan dari bahan sisa pada proses ekstraksi bahan mentah, baik ekstraksi tahap menengah atau ekstraksi akhir, atau sebagai hasil buangan aktifitas manusia. Kategori sampah juga bisa diterapkan untuk sisa daur ulang sampah itu sendiri ataupun bahan sisa dari penggunaan hasil daur ulang sampah.
Batasan menurut Negara Negara Eropa ( EU ) yang dikategorikan sebagai sampah / Zat Buang yang dibuang, perlu atau memang harus dibuang menurut amandemen 75/442/ EC dari Waste Frame Work Directive adalah senyawa atau bahan yang tidak digunakan lagi selama belum aman dan bahan yang tidak memiliki guna lagi untuk lingkungan dan kesehatan manusia.
Demi penyelamatan lingkungan dari ganasnya sampah, maka Inggris pada Th 1994 mengeluarkan perundang undangan tentang sampah yang disebut Waste Management Licensing Regulations yang mendifinisikan sampah sebagai senyawa atau bahan yang diputus kepemilikannya oleh produsen / seseorang karena dibuang atau berniat dibuang atau memang harus dibuang, kecuali untuk bahan yang telah diatur oleh Waste Directive ( Peraturan mengenai sampah ).
Kepedulian Bersama
Dengan demikian masalah sampah dewasa ini adalah masalah yang universal, sehingga memang perlu adanya regulasi yang disepakati semua negara tentang peraturan dan prosedur pengelolaan sampah. Bahkan bukan hanya regulasi tersebut di atas saja, namun tehnik pengelolaan dan fasilitas untuk pembuangan sampahpun kini harus pula dikembangkan menurut tehnik yang aman.
Keseriusan semua pihak / negara dalam mengatur sampah ini memang cukup beralasan, karena menurut data statistik yang dihimpun negara-negara pendukung Basel Convention menggambarkan bahwa selama Th 2001 masyarakat Eropa telah membuang sampah sebanyak 338 juta ton . Masih pada tahun yang sama Organizaton Economic Co-operation and Development ( O E C D ) melaporkan bahwa sebanyak 4 milyar ton sampah telah dibuang ke laut yang berasal dari negara-negara anggota OECD tersebut..Sedangkan menurut data terbaru, rata-rata jumlah sampah yang dibuang masyarakat dunia per orang/pertahun adalah sebanyak 572, 5 Kg.
Kepedulian semua pihak terhadap pencemaran sampah ( zat buang ) dan pengelolaan sampah dewasa ini telah meningkat tajam terutama dalam hal penyelamatan lingkungan global. Hal ini disebabkan karena daya dukung alam ( sustain ability ) telah terancam dengan adanya laju pencemaran dan kerusakan lingkungan, pengambilan sumber daya alam yang menunjukan skala dil luartakaran umum. Ditambah lagi dengan timbulnya pencemaran udara, pengumpulan dan penyebaran zat buang yang beracun, kerusakan dan penebangan hutan, tanah dan air, kerusakan lapisan ozon, emisi gas rumah kaca yang mengancam hidup manusia dan ribuan species organisma lainnya, kelestarian alam dengan keanekaragaman hayati serta kelestarian alam sebagai warisan generasi mendatang.
Memperhatikan kenyataan tersebut di atas maka permasalahan sampah adalah permasalahan yang serius untuk setiap negara. Terlebih – lebih dengan anggaran yang tidak sedikit untuk menmangani masalah tersebut. Meskipun demikian anggaran yang tinggi tersebut memang harus di belanjakan demi unsur hiegenis masyarakat yang membutuhkannya. Sebenarnya biaya pengelolaan tersebut setidak-tidaknya dapat dihemat bila kita mengkonsep terlebih dahulu sistim pengumpulan sampah yang efisien yang meliputi rute, alat transportasi dan peran masyarakat.
Dalam hal penyediaan anggaran jangan dikesampingkan pula biaya untuk tempat pengolahan dan pembuangan sampah yang tepat , yang tidak banyak dikeluhkan oleh berbagai pihak karena dampak dari bising, debu, bau dan lain sebagainya.
Namun yang jelas dengan diterapkan manajemen pengeleloan sampah dari mulai pengumpulan dan pengolahan sampah akan menyedot tenaga kerja yang tidak sedikit. Terutama tenaga kerja informal seperti pemulung dan lain sebagainya yang memisahkan pecahan kaca, kaleng, plastik dari masa sampah yang menumpuk.
Hal ini tentunya bisa meningkatkan pendapatan ekonomi terhadap mereka. Sehingga anggaran biaya negara untuk penciptaan padat karya juga bisa dihemat.
Apabila konsep pengelolaan sampah telah tertata rapi, maka sampah dan zat buang lainnya tentunya tidak membawa dampak serius. Sebab penanganan yang tidak serius tentu saja akan mengakibatkan wabah suatu penyakit yang akan menyengsarakan masyarakat dan akhirnya akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Pengelolaan Sampah di Kota Besar
Sampah menimbulkan problem khusus di kota-kota besar di indonesia, seperti halnya di kota-kota besar lainnya di dunia. Problem ini tentunya menyangkut masalah pengumpulan sementara dan pengolahan yang aman di tempat pembuangan akhir. Perlu diketahui bahwa sampah dari zat organik yang menumpuk akan mengalami proses dekomposisi oleh bakteri, sehingga menjadi bahan yang melapuk dan kembali ke dalam konglemerasi mineral bersama dengan kandungan unsur kimia tanah.
Sebagai hasil sampingan proses dekomposisi sampah tersebut, terbentuklah gas amoniak yang mudah terbakar,. Oleh karena itu proses penimbunan sampah di tempat pembuangan akhir harus dilakukan dengan tehnk – tehnik khusus dan jauh dari pemukiman penduduk.
Pengelolaan Sampah di kota – kota di Indonesia dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dari mulai collecting di Tempat Pembuangan Sementara ( TPS ), transportasi, penimbunan di Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ) sekaligus Pengelolaan di TPA yang aman. Sampah yang berasal dari rumah tangga, pasar dan mall, perkantoran, pabrik dikumpulkan di TPS yang berupa Permanen Container ( terbuat dari beton ) atau Container Mobil.
Secara berkala sampah tersebut di angkut menuju ke Tempat Pembuangan Akhir yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah setempat, untuk dikumpulkan dan disortir dari bahan non organik, serta dilakukan dekomposisi dengan tehnik Open Dumping, yaitu tehnik yang diterapkan dengan cara menimbun sampah yang sudah menumpuk dengan tanah. Setelah terlebih dahulu pada bagian dasar litter ( lapisan sampah ) diipasang pipa-pipa pembuangan Gas Amoniak. Pemasangan pipa ini mutlak harus dilakukan mengingat sifat Gas Amoniak bila terakumulasi di dalam partikel sampah yang telah membusuk , bisa menimbulkan ledakan yang kuat.
Tehnik Open Dumping ini bisa dilakukan secara berlapis –lapis sesuai dengan kebutuhan dan standar prosedur tertentu. Sehingga sampah organik dari kota besar akan berdekomposisi dengan tanah lagi dan tidak menimbulkan dampak yang membahayakan.
(Dari beberapa sumber).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar